Jakarta – Kemacetan parah yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok usai libur Lebaran 2025 mendapat sorotan banyak pihak salah satunya Dewan Perwakilan Rakyat. Kemacetan parah tersebut tak hanya mengganggu aktivitas industri, tapi juga berpotensi memicu kenaikan harga produk akibat membengkaknya biaya logistik.
Menurut Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono, kemacetan ini dipicu oleh kebijakan pembatasan operasional truk tiga sumbu selama periode libur panjang, yang membuat pengiriman barang tertunda dan menumpuk di pekan pertama setelah Lebaran.
“Ini akibat pembatasan kemarin. Pabrik dan angkutan laut menyesuaikan kebijakan itu. Baru pekan ini mereka aktif kirim barang, makanya terjadi lonjakan signifikan. Termasuk kapal-kapal yang ingin menurunkan kontainernya di pelabuhan, sampai 4.300 TEUs, dua kali lipat dari hari biasa,” ujar Bambang, di Jakarta, Senin (21/4/2025).
Ia menambahkan, pengiriman barang dari pabrik-pabrik di wilayah Jakarta Raya untuk tujuan Sumatera dan daerah lain di Indonesia juga meningkat tajam. Lonjakan ini tak diantisipasi dengan baik oleh regulator.
“Apalagi ditambah dengan berakhirnya kebijakan WFA (Work From Anywhere), lalu lintas makin padat, bukan cuma di Tanjung Priok, tapi juga di beberapa ruas tol di Jawa Tengah,” katanya.
Bambang mendorong pemerintah untuk melakukan pengaturan lalu lintas logistik yang lebih terkoordinasi dan tidak hanya mengandalkan kebijakan pembatasan kendaraan. Menurutnya, jalur distribusi barang di Pulau Jawa harus diatur berdasarkan lintas selatan, tengah, utara, dan tol, serta mempertimbangkan waktu dan muatan kendaraan.
“Regulator harus bisa mengatur lalu lintas kendaraan logistik secara masif dan komunikatif. Jangan dadakan. Informasi ini harus disebar ke publik dengan baik,” katanya.
Ia mengusulkan agar Kementerian Perhubungan dan Kepolisian bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, serta lembaga penyiaran publik seperti Antara, RRI, dan TVRI.
“Komdigi bisa kirim info via SMS blast. Antara, RRI, dan TVRI bisa sampaikan info lokasi kemacetan dan jalur alternatif. Kalau koordinasi ini jalan, tidak perlu pembatasan lagi yang justru bikin penumpukan di akhir libur,” lanjutnya.
Bambang juga mengingatkan bahwa kemacetan logistik bisa berdampak sistemik. Selain menambah biaya operasional, juga bisa menaikkan harga barang di pasaran yang akhirnya membebani masyarakat.
“Kalau macet, kapasitas angkut turun, biaya naik, ujung-ujungnya harga produk ikut naik. Industri rugi waktu dan biaya. Ini efek domino,” tegasnya.
Ia menyebut kondisi ini juga bisa memperburuk peringkat Indonesia dalam Logistics Performance Index (LPI), yang kini berada di posisi 63 dengan skor 3,0 pada 2023, terendah di antara negara ASEAN.
“Ini harus jadi catatan. Apalagi kapasitas Tanjung Priok naik rata-rata 11 persen per tahun. Tapi kalau pengaturannya jalan di tempat, ya macetnya makin parah,” tambahnya.
Menurutnya, pemerintah harus mulai memproyeksikan pertumbuhan Tanjung Priok secara menyeluruh dan membangun akses jalan khusus untuk angkutan barang, agar tidak bercampur dengan kendaraan pribadi dan transportasi publik.
“Kalau mau pertumbuhan ekonomi terus jalan, arus logistiknya harus lancar,” pungkas Bambang.
Sumber : https://finance.detik.com/infrastruktur/d-7878213/kemacetan-tanjung-priok-bisa-picu-harga-barang-naik